Sepenggal kisahku bersama Eyang

“Malam itu kami berkumpul di ruang keluarga ndalem Purwokerto. Ada Mbah Kakung, Bapak, dan kami semua. Bersama kami berbincang malam sembari nonton TV dengan sajian mendoan dan kue khas Purwokerto di meja. Waktu menunjukkan pukul 11 malam, dan hari itu kami baru tiba dari perjalanan dari Surabaya. Ditengah diamnya tiba-tiba Mbah Kakung berkata yang ditujukan kepada Bapak: “Bandi, sana kamu tidur, istirahat. Sekarang sudah larut malam.”. Saya yang ada disekitar kaget dan geli. Ternyata bapakku yang sudah berkeluarga dan semapan itu tetaplah dipandang sebagai “anak” oleh Mbah Kakung yang disuruh tidur bila sudah larut malam. Satu pelajaran saya petik. Sampai kapanpun, di mata orang tua, kita tetaplah “anak” bagi mereka.
“Ditengah diamnya Mbah Kakung, beliau sangat senang main mercon. Beliau beli khusus dan menyimpan untuk cucu-cucunya saat Lebaran. Biasanya pas sore hari menjelang Maghrib beliau duduk di beranda dengan setelan baju rapihnya, dan mengenakan sandal kulit model silang merek “Bata”. Beliau terseyum sambil mengedip-ngedipkan matanya,…., tampak senang melihat cucu-cucunya bermain petasan.

( Edi Soebandi )

0 komentar:

Posting Komentar